Berguru agar Tak mudah Cemburu

Katanya sih, ini pribahasa Arab. Whatever! Yg jelas, ini quote keren. “Susah menyembunyikan cinta, lebih susah lagi menyembunyikan kebencian. Dan yang paling susah menyembunyikan cemburu, karena itu adalah cinta dan kebencian sekaligus.” Wajarlah cemburu gak bisa secara tegas, digolongkan negatif atau positif. Namanya juga cinta dan benci sekaligus.

LAKI-LAKI itu berjalan gontai mendekati pintu rumahnya. Tapi bukan tumpukan pekerjaan sampai larut malam itu yang membuat sendinya seperti copot berurutan satu per satu. Bayangan akan “terkaman” wanita di balik pintu itu, istrinya yang pencemburu, yang membuatnya…

“Nah kan! Papa main gila lagi nih pasti! Makanya pulang sampe malam gini!” Wanita itu membuka pintu, dan “menerkam” lebih cepat dari yang kuduga. Jadinya, aku belum sempat selesai menggambarkan kecemasan si Suami. Maaf ya, pembaca.

Oke, mending kita fokus ke ekspresi terkini lelaki itu. Bener-bener memelas, mirip maling jemuran yang keburu ketangkep, padahal baru sempet mengamankan pakaian dalam. Udah nggak baru pula itu.

Dia diam saja ketika istrinya memeriksa kemejanya. Itu memang sudah seperti protap (prosedur tetap) begitu ia sampai di rumah sepulang kerja. Istrinya tak menemukan sehelai rambut wanita pun. Amankah? Nope! Si Istri malah makin “tinggi”.

“Papa tuh ya, selingkuh ngga kira-kira! Perempuan botak juga diembat. Papa udah gila kali ya?”

Usai memeriksa dengan mata, wanita itu kemudian menggunakan penciumannya sebagai affair detector machine. Tak ada bau parfum wanita. Emosinya makin naik. “Ya ampun, tuh cewek emang parah ya, Pa. Beli parfum aja nggak mau! Kok bisa sih, Papa affair sama cewek model begituan?”

Di kota lain, waktu yang sama.

Si Suami mendekati pintu rumahnya dengan bergegas. Dia sangat bersemangat, karena bisa pulang dari luar kota, lebih cepat dari jadwal. Pintu tak terkunci. Dia menerobos ke kamar, dan… Ya ampun! Dia melihat istrinya sedang ber… gitu deh, di tempat tidur mereka, yang masih baru dan bergaransi 14 tahun lagi itu. Dia memekik, setengah tercekat.

“Hah! Kalian ngapain di sini?”

Si Istri melirik mesra ke lelaki muda yang masih memeluknya. “Bener kan, Beib, yang aku bilang. Dia lelaki bodoh. Udah liat masih nanya.”

*****

BANYAK yang setuju, cemburu itu tanda cinta. Bahkan orang sekelas St Augustine bilang, “He that is not jealous is not in love“. Orang hebat lainnya, François de La Rochefoucauld, juga setuju cemburu adalah buah cinta. Tetapi cinta kepada diri sendiri. :D Cinta bisa ada tanpa kecemburuan, walaupun itu jarang. Kecemburuan bisa ada tanpa cinta, dan itu umum. “Jealousy is always born with love, but does not always die with it,” katanya.

Okelah kalau begitu. Orang-orang pintar itu, silakan ngomong yang ideal-ideal. :D Bahwa cinta tak harus memiliki. Bahwa cinta adalah percaya, dan tak selayaknya ada cemburu, dst. Karena saya bukan orang pintar, apalagi dukun, pemahaman dan penghayatan saya soal cinta, masih pada tahap pemula, seperti orang kebanyakan, yang percaya bahwa cinta pasti menimbulkan keinginan memiliki, sekaligus ketakutan akan kehilangan, dan oleh karenanya cemburu adalah efeknya yang niscaya alias sah-sah saja.

Hanya saja… Karena kita memang sering dinasihatkan untuk tidak buru-buru “memutuskan” mencintai, dan lebih tidak buru-buru lagi ketika “memilih” untuk membenci, seyogyanyalah (atau semagelangnya, sesemarangnya, dan kota-kota lain di Jawa), kita juga jangan buru-buru cemburu. Ingat kata orang arab di atas: cemburu adalah cinta dan benci sekaligus. Cinta, benci, atau cemburu atas alasan yang salah, sepertinya sama berbahayanya.

Tapi cinta dan benci, dan tentunya cemburu, hasil sintesisnya itu, kan berasal dari hati? Masa yang dari hati bisa salah?

Yup. Hati memang begitu bening, murni, suci, dst… Tapi hati, yang “tersimpan” di dalam kedirian kita itu, sering mendapat laporan yang salah, atau setidaknya kurang balance, dari mata, hidung, kuping, tangan, dan indera kita yang lainnya.

Hati seperti raja yang sesungguhnya bijak, tetapi jadi sering bingung, karena patih dan menterinya, belum lagi dayang dan selirnya, (emang raja bijak punya selir ya?) berebut membisikinya. Akibatnya, seperti juga sang raja, hati kita bisa mencinta, membenci, dan cemburu, atas alasan yang salah.

Tapi bahkan seorang raja dan ratu pun masih perlu berguru, agar jangan buru-buru cemburu. Hati bukanlah peluru, atau busur panah para pemburu. Semakin tak bergegas, semakin ia membekas.

0 Response to "Berguru agar Tak mudah Cemburu"

Posting Komentar